SEA GAMES


Apakah Indonesia masih perlu ikut serta dalam SEA Games dan kalau ikut, formatnya bagaimana? Lalu, apa dan bagaimana pertanggung jawaban seorang Menteri Olahraga dalam kabinet Indonesia, jika kontingan Indonesia gagal dalam perolehan medali terbanyak di SEA Games?
Pemikiran ini muncul, bukan karena adanya amarah melihat prilaku para elit melakukan korupsi di bidang yang berkaitan dengan prestasi dan reputasi. Tetapi untuk mengingatkan pemangku kepentingan di dunia olahraga bahwa persoalan yang terjadi dalam dunia olahraga Indonesia, semakin rumit. Salah urus di dunia olahraga makin menjadi-jadi sehingga perlu penataan kembali.
SEA Games bisa disebut sebagai salah satu kegiatan olahraga yang masih menunjukkan prestasi atlit Indonesia, sangat miskin. Padahal biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mendanai kegiatan SEA Game
s, sudah tak terhitung. Yang belum dihitung korupsinya. Sehingga perlu ada penataan kembali.
Dari waktu ke waktu prestasi atlit Indonesia di SEA Games, terus merosot. Memberi kesan, tidak ada lagi kebanggaan para olahragawan bagaimana mempertahankan martabat bangsa. Rasa patriotisme di kalangan atlit, pelatih dan pembina olahraga untuk mencetak prestasi terbaik, sudah semakin tipis.
Berapapun uang yang dikucurkan pemerintah ke dunia olahraga, tidak membuahkan prestasi. Para atlit kita mungkin sudah sama dengan elit politik. Yang hanya dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Nama baik, urusan kemudian.
SEA Games, yang diselenggarakan dua tahun sekali, seakan menjadi ajang pelesiran para atlit dan official termasuk pejabat pemerintah yang menjadi pengurus dalam berbagai cabang olahraga. Para atlit bertanding seadanya, official mendampingi atlit sesukanya dan para pejabat datang menonton sebagai pengganti rekreasi.
Terkait dengan terungkapnya korupsi dalam pembangunan wisma atlit SEA Games, peristiwa itu mengingatkan, bahwa dalam olahraga kita tidak bisa mencetak prestasi yang terbaik. Tetapi dalam soal korupsi, kita punya ‘atlit-atlit’ yang mampu memecahkan rekor korupsi. Prestasi ‘atlit’ koruptor itu adalah, mereka mampu menyembunyikan belang mereka.
Siapa sebetulnya yang menjadi aktor intelektual dari praktek korupsi di pembangunan wisma alit SEA Games, tak bisa diungkap. Keadaan seperti ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Korupsi harus dicegah, koruptor jangan sampai merambah dunia olahraga. Mengingat SEA Games masih akan terus diselenggarakan. Bakal ada biaya-biaya triliunan rupiah lagi yang dikeluarkan negara.
Patut diingat, keikut sertaan Indonesia dalam SEA Games, memiliki dua dimensi. Pertama menjadikan pesta olahraga dua tahunan itu sebagai ajang "pemanasan" atau "pelatihan" untuk pesta olahraga yang lebih besar seperti Asian Games dan Olimpiade ataupun kejuaraan dunia tiap cabang olahrahga.
Indonesia juga merupakan ‘pendiri’ SEA Games pada 1977. Karena tadinya, SEA Games yang didirikan pada 1958, hanya diikuti negara-negara yang diproteksi Amerika dan Inggris dengan nama Peninsular Games. Vietnam misalnya, diwakili oleh Vietnam Selatan, sebab saat itu Vietnam masih terbagi Vietnam Utara (komunis) dan Vietnam Selatan (non-komunis).
Dimensi kedua menjadikan SEA Games sebagai arena perekatan hubungan persaudaraan sesama bangsa Asia Tenggara. Sebagai ajang pemanasan dan pelatihan, jelas dimensi itu tidak tercapai atau dicapai. Sebagai arena perekatan kekerabatan, mungkin sedikit tercapai. Walaupun harus diakui, di antara sesama anggota ASEAN masih terdapat friksi dan perselisihan.
Kelihatannya tidak banyak orang yang berkepentingan di republik ini yang peduli. Bahwa prestasi Indonesia di SEA Games, sejak 14 tahun terakhir ini, sudah mengalami kemerosotan yang luar biasa. Kemerosotan prestasi itu seperti tindak korupsi. Ada yang tidak beres, tetapi tidak satupun ada yang bersalah. Ada uang yang hilang, tetapi siapa yang menyebabkan uang itu hilang, tidak bisa ditemukan.
Demikian pula soal prestasi di SEA Games. Prestasi tidak bisa ditingkatkan, tetapi yang disalahkan sebagai penyebab kegagalan adalah persiapan dan kesiapan. Padahal jadwal SEA Games dua tahunan, sudah lama disusun.

Dari atlit, pelatih, pengurus cabang, Menteri Olahraga dan Presiden, santai saja melihat kemerosotan pretasi Indonesia di SEA Games. Setelah terakhir kali meraih juara umum di 1997 dengan mengoleksi 194 medali emas, dalam SEA Games berikutnya 1999, 2001, 2003, 2005 dan 2007, prestasi Indonesia terus merosot. Kemerosotannya pun tidak tanggung-tanggung dan bisa disebut sebagai sebuah aib bangsa. Jadi tiga besar saja tidak mampu, seperti yang terjadi di 2005 dan 2007.
Bayangkan. Peserta SEA Games hanya 10 negara anggota ASEAN plus Timor Leste yang bergabung sejak 2007. Dari 11 negara itu Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar. Perbedaan jumlah penduduk ini pun sangat jauh. Hanya Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta orang. Sisanya di bawah 100 juta orang.
Tetapi keunggulan penduduk ini ternyata tidak menjamin keunggulan prestasi di dunia olahraga. Padahal secara matematis Indonesia akan dengan mudah mengoleksi medali emas terbanyak. Sebab atlit Indonesia bisa mengikuti semua cabang yang dupertandingkan sementara negara lain, hanya terbatas.
Kemerosotan prestasi olahraga Indonesia di SEA Games, memang tidak mempengaruhi posisi Indonesia di Asian Games, Olimpiade dan Kejuaraan-kejuaraan Dunia per cabang olahraga lainnya.
Namun mengingat setiap dua tahun Indonesia harus sibuk mendanai kegiatan SEA Games, kesibukan dan pendanaan ini, pada akhirnya menjadi tidak sepadan dengan pencapaian. Apakah keadaan ini terus dibiarkan? Oleh karenanya agar SEA Games tidak berkembang menjadi kegiatan pemborosan, sudah selayaknya pemerintah kembali melakukan evaluasi !
Indonesia dapat mengusulkan agar penyelenggaraan SEA Games tidak lagi dilakukan dua tahun sekali tetapi mungkin lima tahun sekali. Dari catatan tentang penyelenggaraan sebuah pesta olahraga, hanya SEA Games yang kalendernya demikian ketat.
Menteri Olahraga atau para pengurus cabang olahraga juga harus dmintai pertanggung jawaban. Presiden wajib memecat Menteri Olahraga yang tidak bisa mengangkat prestasi Indonesia di SEA Games. Konsep atau kontrak yang diberlakukan pada manajer atau pelatih di liga sepakbola dunia, perlu diadopsi. Pecat bagi yang gagal, beri bonus bagi yang berprestasi.

Postingan populer dari blog ini

Tahun Mencekam Di kota Kediri

AS puji Indonesia

Google diblokir ? masih ada search engine lain