DPR kembali Korupsi !

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Gedung DPR
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah proyek renovasi yang diadakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tidak wajar dan berbau unsur korupsi. Contoh paling anyar adalah proyek renovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR (Banggar DPR) menelan biaya Rp 20,3 miliar lebih.
Di ruang Badan Anggaran, kita melihat, prosesnya diduga ada konflik kepentingan, rekayasa tender di situ.
-- Apung Widadi
"Di ruang Badan Anggaran, kita melihat, prosesnya diduga ada konflik kepentingan, rekayasa tender di situ,"
kata peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, dalam jumpa pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (15/1/2012).
Hadir dalam jumpa pers tersebut, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Roriandri, dan peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam. Apung mengatakan, renovasi sebuah ruang rapat dengan kapasitas 84-100 orang semestinya tidak sampai menghabiskan uang Rp 20 miliar. Diperkirakan, Rp 500 juta pun cukup.
Dalam memperbaiki ruang rapat tersebut, Apung menambahkan, tidak perlu menambah jumlah kursi dan memasangi dinding kedap suara seperti yang direncanakan selama ini.
"Kalaupun direnovasi, maka seharusnya ruangan Banggar lebih terbuka agar mudah dipantau masyarakat," ucapnya.
Dia juga mencurigai adanya "permainan" dalam proses tender renovasi ruang Banggar tersebut. Proses tender untuk yang menentukan PT Perusahaan Perumahan (PT PP) sebagai pelaksana proyek tersebut dinilai tidak wajar. Saat tender pertama, hanya PT PP yang dianggap memenuhi syarat administrasi.
Kemudian, kata Apung, dilakukan tender ulang yang hasilnya memunculkan tiga perusahaan, termasuk PT PP yang dinyatakan sesuai. Namun, dua perusahaan selain PT PP itu kemudian dinyatakan tidak lolos administrasi.
"Bukan kalah karena harga. Kalau karena harga, fair," ujarnya.
"Harus ditelusuri kemungkinan adanya konflik kepentingan antara DPR dan pemilik perusahaan," kata Apung lagi.
Tidak hanya proyek renovasi ruang rapat Banggar, sejumlah proyek renovasi yang diadakan selama 2011 lainnya juga dinilai berbau korupsi. Misalnya, proyek renovasi toilet senilai Rp 2 miliar, proyek renovasi rumah dinas anggota DPR senilai Rp 3,6 miliar, pengadaan mesin fotokopi berkecepatan tinggi senilai Rp 5,7 miliar, dan penggantian cubicle PGDB/PGC DPR senilai Rp 4,3 miliar. Pengadaan proyek-proyek tersebut, kata Apung, tidak dilakukan secara transparan.
Roy Salam menambahkan, proyek renovasi toilet dengan anggaran Rp 2 miliar terkesan dipaksakan.
"Yang perlu diperhatikan sesungguhnya adalah perawatan kebersihan, di mana setiap tahun untuk jasa cleaning service dianggarkan Rp 15 miliar," ujarnya.
Menurutnya, DPR melakukan pemborosan dengan tidak mengoptimalkan anggaran cleaning service tersebut, dan malah menambah anggaran untuk renovasi toilet. Padahal, Roy menambahkan, uang senilai Rp 2 miliar dapat digunakan untuk membuat 174 MCK di perkampungan miskin.

Postingan populer dari blog ini

Tahun Mencekam Di kota Kediri

AS puji Indonesia

Google diblokir ? masih ada search engine lain