Kisah Abu Nawas : Mahkota Surga !
Tidak
seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat
biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa
sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.
"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk
mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain.
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi
dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa
sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada
keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur.
Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya
seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya
adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja
sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat
apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda
Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang
alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat
disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah
mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari
barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya.
Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan
isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri
"Aku
menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan
aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah
engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup
Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang
mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu
sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan syarat itu." kata Baginda Raja.
"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. "Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat,
wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam
dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian.
Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila
Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di
surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi, "Masihkah
Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab.
Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena
Abu Nawas sudah tahu jawabnya.